Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Maret 2017

PELATIHAN BUDIDAYA TANAMAN HORTIKULTURA KOMODITAS CABE KABUPATEN PESISIR SELATAN, PROVINSI SUMATERA BARAT


Pesisir Selatan – Balai Pelatihan Masyarakat Pekanbaru Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengadakan pelatihan untuk petani untuk mendukung produktifitas cabe secara nasional. Peserta pelatihan berasal dari 9  desa/nagari yang ada di 2 (dua) kecamatan yang ada di Kab. Pesisir Selatan diantaranya dari Kecamatan Sutera yaitu Desa/Nagari Surantih, Koto Nan Tigo Utara Surantih, Koto Nan Tigo Selatan Surantih, Taratak dan Kecamatan Lengayang dari  Desa/Nagari Lakitan, Lakitan Utara, Kambang, Kambang Utara dan Kambang Timur.
Pelatihan ini merupakan program dan kegiatan Balai Latihan Masyarakat Pekanbaru untuk Tahun Anggaran 2017, yang terselenggara dengan dukungan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Nagari, Pengendalian Penduduk dan KB Kab. Pesisir Selatan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kab. Pesisir Selatan, Pemerintah Kecamatan Sutera serta UPT Balai Penyuluhan Kecamatan Sutera.
Pelatihan ini dibuka oleh Kasi Penyelenggaraan Pelatihan (Bpk Ir. Adityawarman) beserta Camat Kecamatan Sutera (Bpk Fachruddin SH), Kepala UPT Balai Penyuluhan Kecamatan Sutera (Bpk Erman) bertempat di UPT BPK Sutera. Dalam arahan pembukaannya, Kasi Penyelenggara menekankan pentingnya agenda pelatihan ini dalam rangka meningkatkan kemampuan petani untuk mendukung budidaya komoditas cabe untuk mendorong produktivitas cabe secara nasional. Untuk itu diharapkan peserta dapat mengikuti pelatihan ini secara baik dan disiplin untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus untuk berbagi pengalaman antar petani. Pelatihan ini juga diharapkan dapat mendukung integrasi pembangunan pertanian dan peternakan dimana Kab. Pesisir Selatan khususnya Kecamatan Sutera juga merupakan lokasi Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Desa PDTT yang akan mengembangkan sector peternakan khususnya sapi yang juga dapat mendukung pertanian yang ramah lingkungan dan alami.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Camat Sutera, bahwa merupakan kehormatan bagi Kabupaten Pesisir Selatan, khususnya Kecamatan Sutera dan Lengayang yang sudah ditunjuk sebagai lokasi pelatihan ini dan berharap apa yang diperoleh selama pelatihan dapat diterapkan nantinya sehingga Kab. Pesisir Selatan diharapkan menjadi sentra produksi tanaman holtikultura khususnya cabe termasuk juga komoditas pertanian lainnya. Hal lain yang juga menjadi arahan, bahwa dengan adanya Dana Desa diharapkan juga desa/nagari dapat mengalokasikan dana desa untuk mendorong pembangunan pertanian melalui pelatihan-pelatihan bagi petani, penyediaan sarana prasarana belajar petani, penyediaan bibit dsb.
Pelatihan ini dilaksanakan dari tanggal 17s/d 23 Februari 2017 bertempat di UPT BPK Sutera, yang dipandu oleh Penggerak Swadaya Masyarakat Balai Latihan Masyarakat Pekanbaru, Fungsional Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kab. Pesisir Selatan dan Konsultan Pendamping PKP Kab. Pesisir Selatan. Selain pemandu pelatihan ini juga menghadirkan beberapa narasumber diantaranya Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kab. Pesisir Selatan (Bpk DR. Ir. Jumsutrisno, M.Si). Pak Jumsutrisno perupakan Pakar atau ahli Pengendalian Hama dan Penyakit Tumbuhan. Beliau memberikan pandangan kepada para peserta tentang hama dan penyakit serta pengendaliannya.
Sebagai upaya meningkatkan kemampuan peserta dalam budidaya cabe, pelatihan ini telah dirancang dengan menerapkan metode pelatihan partisipatif dengan prinsip POD (pendidikan orang dewasa) dimana selain metode in class juga dilakukan praktek dan kunjungan lapangan.
Materi pelatihan diantaranya, pengenalan tanaman sayur-sayuran, budidaya cabe, pengolahan tanah, persemaian, penanaman dan pemeliharaan, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), pembuatan mikro organisme local (MOL) dan pupuk alami, pestisida nabati, panen dan pasca panen, Analisa Usaha tani Cabe, integrasi pertanian dan peternakan, dana desa dalam mendukung pembangunan pertanian dll.
Selama pelatihan seluruh peserta terlihat antusias untuk mengikuti seluruh materi pelatihan, hal ini terlihat dengan keterlibatan aktif peserta dalam tanya jawab, diskusi kelompok maupun diskusi pleno. Bahkan dalam dalam kunjungan lapangan dan praktek pembuatan mikro organism lokal (MOL) serta praktek pengolahan tanah seluruh peserta dengan terlihat aktif dan berperan serta sesuai dengan arahan pemandu dan beberapa petani pakar lainnya.
Pelaksanaan pelatihan ini juga dikunjungi oleh beberapa dinas dari Kabupaten Pesisir Selatan diantaranya, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Bapak Mawardi Roska) dan Sekretaris Dinas  Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Nagari Pengendalian Penduduk dan KB (Bapak Darmadi), dimana pihak dinas sangat mendukung terlaksananya pelatihan ini dan berharap kedepannya kerjasama dengan Balai Pelatihan Masyarakat Pekanbaru dapat dilanjutkan dalam program-program pembangunan di Kabupaten Pesisir Selatan.Selain itu pihak dinas juga berharap petani-petani yang sudah dilatih bisa menjadi motor penggerak pembangunan pertanian di desa/nagarinya masing-masing.
Pelatihan ini ditutup tanggal 23 Februari 2017, yang ditutup oleh Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan dalam hal ini diwakili oleh Kabid Tanaman pangan dan Hortikultura Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Ibuk Ir.Hj. Widyadari) dan juga dihadiri oleh Camat Kecataman Sutera serta Kepala UPT Balai Penyuluhan Kecamatan. Dalam arahan penutupannya Kabid Holtiukultura menekankan agar ilmu pengetahuan yang didapat selama pelatihan dapat diterapkan nantinya dalam membudidayakan tanaman cabe maupun tanaman hortikultura lainnya. Beliau juga meminta agar peserta yang telah mengikuti pelatihan ini dapat menjadi penggerak sekaligus narasumber dalam bertanam hortikultura di desa/nagarinya masing-masing.
Sementara Camat Kecamatan Sutera (Bpk Fachruddin) selain menjadi petani yang handal di daerahnya masing-masing, juga berharap agar dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan yang bersumber dari Dana Desa, desa/nagari dapat menganggarkan untuk pembangunan pertanian melalui pelatihan-pelatihan, penyediaan demplot desa/nagari, penyediaan bibit dsb, sehingga diharapkan kedepannya Kabupaten Pesisir Selatan dapat menjadi sentra produksi cabe maupun tanaman hortikultura lainnya.
Pada penutupan pelatihan juga diserahkan Rencana Kerja Tindak Lanjut Kegiatan dari perwakilan peserta kepada Kabid Holtikultura untuk menjadi pedoman dan monitoring bersama bagi pihak petani, pemda dan pihak Balai Pelatihan Masyarakat Pekanbaru dalam bertanan cabe yang akan dilaksanakan pasca pelatihan oleh seluruh peserta.
Pada akhir sesi penutupan, sebagai ucapan terima kasih dari pihak Balai Pelatihan Masyarakat Pekanbaru menyerahkan sertifikat penghargaan kepada Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan dan pihak pemerintahan Kecamatan Sutera atas dukungan dan kerjasamanya sehingga pelatihan ini dapat terlaksana dengan baik. Selain itu untuk membangun komunikasi dan saling berbagi informasi, peserta pelatihan juga bersepakat untuk membentuk jejaring komunikasi dan informasi melalui media sosial antara lain melalui media facebook dan whatsApp dengan nama Petani Pelopor Pesisir Selatan.
Artikel ini ditulis oleh : Oleh : Ayu Andria, SP (PSM Balatmas Pekanbaru)
Narasumber :
- Ayu Andria, SP (Pemandu Pelatihan Budidaya Hortikultura komoditas cabe  di kec. sutera)
-Darfison ( Konsultan PKP)
-Yasdi, SP (Dinas tanaman pangan hortikultura dan perkebunan)

http://blm_pekanbaru.kemendesa.go.id/view/detil/73/pelatihan-budidaya-tanaman-hortikultura-komoditas-cabe-di-kecamatan-sutera-kabupaten-pesisir-selatan

Kamis, 19 Januari 2017

MAU DIBAWA KEMANA ARAH PEMBANGUNAN EKONOMI DESA?

Image result for ekonomi pedesaan
Sesuai dengan amanat UU No. 6/2014 tentang Desa, tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal , serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pertanyaan kemana arah pembangunan ekonomi desa bukan saja relevan, tetapi harus selalu dimunculkan dalam proses implementasi UU Desa sekarang ini. Sebab, jika merunut pada diskusi pembahasan UU tersebut, motif utama dari pengesahan UU Desa adalah untuk mendorong desa agar menjadi lebih berdaya secara ekonomi. Dalam pengertian bahwa produksi yang dilakukan oleh masyarakat desa bukan sekadar memenuhi kebutuhan subsistensi mereka, tetapi diarahkan untuk menciptakan surplus, sehingga dari surplus inilah mereka akan lebih mandiri, dan bila perlu dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan devisa negara.
Hingga saat ini, sependek pengetahuan saya, belum ada roadmap atau peta jalan tentang bagaimana pembangunan ekonomi desa yang semestinya dijalankan. Begitu pula, pemerintah sepertinya juga tidak memiliki agenda besar, selain hanya pernyataan-pernyataan sporadik, baik dari Presiden maupun Menteri Desa yang muncul melalui media. Dalam berbagai kesempatan, misalnya Menteri Desa pernah menyatakan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Berdasar pada kepentingan ini, maka Menteri Desa kemudian mendorong agar dana desa dipergunakan untuk pemberdayaan BUMDes. Namun di sisi lain tidak ada suatu rujukan yang jelas bagaimana BUMDes semestinya dijalankan, serta upaya-upaya bisnis apa yang diterapkan agar dapat meraih profit secara optimal. Pada praktiknya, masih sangat jarang desa yang mendirikan BUMDes, apalagi mengelolanya untuk mendapatkan keuntungan.
Belum jelas soal BUMDes, yang paling mutakhir Menteri Desa menyatakan bahwa dana desa harus dipergunakan sepenuhnya untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, ini merupakan instruksi dari Presiden, meskipun tidak jelas Inpres nomor berapa yang dimaksud. Tak ayal, kebijakan yang disampaikan secara lisan ini membuat bingung desa, karena berdasarkan Peraturan yang dikeluarkan Menteri Desa sendiri, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Desa No. 21/2015, prioritas pembangunan bukan hanya infrastuktur. Meski ada beberapa Pemerintah Desa yang menolak kebijakan tersebut, namun secara substantif hal ini mencerminkan tidak jelasnya agenda pembangunan ekonomi desa. Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang relasi antara pembangunan infrastruktur dengan peningkatan ekonomi desa.
Pada masa lalu, di era Orde Baru, pembangunan ekonomi desa diidentikkan dengan pembangunan sektor pertanian melalui upaya untuk menciptakan swasembada pangan bahkan eskpor. Pada saat itu garis agenda pembangunan Orde Baru jelas, yakni mengikuti gerak langkah kemauan kebijakan developmentalisme Barat yang mendorong negara-negara Dunia Ketiga untuk mewujudkan industrialisasi. Kajian-kajian tentang developmentalisme menunjukkan bahwa industrialisasi pertanian diwujudkan dalam bentuk revolusi hijau. Revolusi hijau mensyaratkan petani untuk menggunakan bibit varietas unggul, penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara optimal, yang kesemuanya itu disediakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional Barat. Senyatanya, seiring dengan melemahnya kebijakan developmentalisme Barat dan menguatnya sistem ekonomi neoliberal, swasembada pangan di Indonesia mengalami pelemahan juga.
Sayangnya, para perumus UU Desa tampaknya tidak merunut dari proses sejarah pembangunan desa dari semenjak diberlakukannya politik developmentalisme Orde Baru hingga era neoliberal pasca reformasi, sehingga seakan kehilangan arah ketika menentukan jalan pembangunan pada fase berikutnya. Para perumus malah mengacu pada Cina, yang sama sekali memiliki proses kesejarahan yang berbeda dengan Indonesia. Tentu saja, Cina sebagai negara komunis tidak memiliki pengalaman bagaimana ia terpapar oleh kebijakan developmentalisme dunia Barat. Memang sih, panitia khusus UU Desa juga pernah melakukan juga studi banding ke Brasil. Namun meskipun sama-sama sebagai negara Dunia Ketiga, Brasil memiliki kesejarahan yang beda dengan Indonesia. Jadi, perumusan kebijakan pembangunan yang ahistoris ini sepertinya juga turut menjadi penyebab tidak jelasnya arah pembangunan desa pada saat ini.
Lalu jika kembali ditanya, kemana arah pembangunan ekonomi desa? Pertanyaan ini tampaknya sulit untuk dijawab, sebagaimana Pemerintah juga mengalami kesulitan untuk merumuskan peta jalannya. Namun sebagaimana kenyataannya bahwa kita telah memilih jalan neoliberal, dimana kekuatan sepenuhnya berpusat pada publik, maka ada saatnya masyarakat desa sendiri yang diberian kesempatan untuk menjawabnya, menurut versi mereka sendiri, berdasarkan pengalaman yang mereka rasakan sendiri. Oleh karena itu ruang-ruang demokrasi yang telah di-afirmasi oleh UU Desa hendaknya harus tetap dipertahankan dan bila perlu diperkuat. Pemerintah tidak semestinya membatasi ruang demokrasi tersebut dengan dalih apapun dan dalam bentuk apapun. Jalan neoliberal yang telah kita tempuh berkonsekuensi pada minimnya intervensi pemerintah. Jadi biarkan masyarakat desa sendiri yang menentukan arah pembangunan ekonomi, termasuk melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan surplus ekonominya.
Oleh karena itu, pada periode tahun 2015-2019 pembangunan perdesaan diarahkan untuk penguatan desa dan masyarakatnya, serta pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di perdesaan untuk mendorong pengembangan perdesaan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi serta mendorong keterkaitan desa-kota. Kebijakan pembangunan perdesaan tahun 2015-2019 dilakukan dengan strategi sebagai berikut: 

1. Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan Bagi Masyarakat Miskin dan Rentan di Desa

  • Meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam memajukan ekonomi masyarakat miskin dan rentan.
  • Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan rentan dalam pengembangan usaha berbasis potensi lokal;
  • Memberikan dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan melalui penyediaan lapangan usaha, dana bergulir, kewirausahaan, dan lembaga keuangan mikro.
2. Peningkatan Ketersediaan Pelayanan Umum dan Pelayanan Dasar Minimum di Perdesaan

  • Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam hal perumahan, sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase lingkungan) dan air minum.
  • Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam bidang pendidikan dan kesehatan dasar (penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan serta tenaga pendidikan dan kesehatan).
  • Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar dalam menunjang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat perdesaan yang berupa akses ke pasar, lembaga keuangan, dan toko saprodi pertanian/perikanan.
  • Meningkatkan kapasitas maupun kualitas jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan jaringan transportasi.
3. Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan

  • Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan, melalui fasilitasi dan pendampingan berkelanjutan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan desa.
  • Meningkatkan keberdayaan masyarakat adat, melalui penguatan lembaga adat dan Desa Adat, perlindungan hak-hak masyarakat adat sesuai dengan perundangan yang berlaku.
  • Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial budaya masyarakat dan keadilan gender(kelompok wanita, pemuda, anak, dan TKI)
4. Perwujudan Tata Kelola Desa yang Baik

  • Mempersiapkan peraturan teknis pendukung pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa, PP No 43/2014 tentang peraturan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa, dan PP No 60/2014 tentang Dana Desa.
  • Memfasilitasi peningkatan kapasitas pemerintah desa.
  • Memfasilitasi peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga lembaga lainnya di tingkat desa.
  • Mempersiapkan data, informasi, dan indeks desa yang digunakan sebagai acuan bersama dalam perencanaan dan pembangunan, serta monitoring dan evaluasi kemajuan perkembangan desa.
  • Memastikan secara bertahap pemenuhan alokasi Dana Desa. f)Memfasilitasi kerjasama antar desa
5. Perwujudan Kemandirian Pangan dan Pengelolaan SDA-LHyang Berkelanjutan dengan Memanfaatkan 
    Inovasi dan Teknologi Tepat Guna di Perdesaan

  • Mengendalikan pemanfaatanruang kawasan perdesaan melalui redistribusi lahan kepada petani/nelayan (land reform), serta menekan laju alih fungsi lahanpertanian, kawasan pesisir dan kelautan secara berkelanjutanMemfasilitasi peningkatan kesadaran masyarakat dalam mewujudkan kemandirian pangan dan energi perdesaan.
  • Memfasilitasi peningkatan kesadaran masyarakatdalam pemanfaatan, pengelolaan, dan konservasi SDA dan lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana;
6. Pengembangan Ekonomi Perdesaan

  • Meningkatkan kegiatan ekonomi desa yang berbasis komoditas unggulan, melalui pengembangan rantai nilai, peningkatan produktivitas, serta penerapan ekonomi hijau.
  • Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan pasar desa.
  • Meningkatkan akses masyarakat desa terhadap modal usaha, pemasaran dan informasi pasar
  • mengembangkan lembaga pendukung ekonomi desa seperti koperasi, dan BUMDesa, dan lembaga ekonomi mikro lainnya.
Sumber : https://parliamentmagazine.co.id/dr-ir-eddy-berutu-ma-kemana-arah-pembangunan-ekonomi-desa/