Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam konteks perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014, istilah ini merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda pemerintahan pasangan itu. Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan
Adapun ke-9 Nawacita tersebut adalah :
- Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara
- Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan demokratis
- Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan
- Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
- Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar, Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera.
- Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
- Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
- Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional
- Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan
Yang akan kita perdalam di kajian ini adalah nawacita ke 6 khususnya tentang pembangunan desa
ARAH KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN WILAYAH2015 – 2019
Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perdesaan
Sesuai dengan amanat UU No. 6/2014 tentang Desa, tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal , serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pada periode tahun 2015-2019 pembangunan perdesaan diarahkan untuk penguatan desa dan masyarakatnya, serta pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di perdesaan untuk mendorong pengembangan perdesaan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi serta mendorong keterkaitan desa-kota. Kebijakan pembangunan perdesaan tahun 2015-2019 dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
- Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan Bagi Masyarakat Miskin dan Rentan di Desa : a) Meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam memajukan ekonomi masyarakat miskin dan rentan. b) Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan rentan dalam pengembangan usaha berbasis potensi lokal; c) Memberikan dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan melalui penyediaan lapangan usaha, dana bergulir, kewirausahaan, dan lembaga keuangan mikro.
- Peningkatan Ketersediaan Pelayanan Umum dan Pelayanan Dasar Minimum di Perdesaan. a) Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam hal perumahan, sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase lingkungan) dan air minum. b) Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam bidang pendidikan dan kesehatan dasar (penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan serta tenaga pendidikan dan kesehatan). c) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar dalam menunjang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat perdesaan yang berupa akses ke pasar, lembaga keuangan, dan toko saprodi pertanian/perikanan. d) Meningkatkan kapasitas maupun kualitas jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan jaringan transportasi.
- Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan. a) Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan, melalui fasilitasi dan pendampingan berkelanjutan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan desa. b) Meningkatkan keberdayaan masyarakat adat, melalui penguatan lembaga adat dan Desa Adat, perlindungan hak-hak masyarakat adat sesuai dengan perundangan yang berlaku.. c) Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial budaya masyarakat dan keadilan gender(kelompok wanita, pemuda, anak, dan TKI)
- Perwujudan Tata Kelola Desa yang Baik. a) Mempersiapkan peraturan teknis pendukung pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa, PP No 43/2014 tentang peraturan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa, dan PP No 60/2014 tentang Dana Desa. b) Memfasilitasi peningkatan kapasitas pemerintah desa. c) Memfasilitasi peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga lembaga lainnya di tingkat desa. d) Mempersiapkan data, informasi, dan indeks desa yang digunakan sebagai acuan bersama dalam perencanaan dan pembangunan, serta monitoring dan evaluasi kemajuan perkembangan desa.. e) Memastikan secara bertahap pemenuhan alokasi Dana Desa. f) Memfasilitasi kerjasama antar desa
- Perwujudan Kemandirian Pangan dan Pengelolaan SDA-LHyang Berkelanjutan dengan Memanfaatkan Inovasi dan Teknologi Tepat Guna di Perdesaan. a) Mengendalikan pemanfaatanruang kawasan perdesaan melalui redistribusi lahan kepada petani/nelayan (land reform), serta menekan laju alih fungsi lahanpertanian, kawasan pesisir dan kelautan secara berkelanjutanMemfasilitasi peningkatan kesadaran masyarakat dalam mewujudkan kemandirian pangan dan energi perdesaan. b) Memfasilitasi peningkatan kesadaran masyarakatdalam pemanfaatan, pengelolaan, dan konservasi SDA dan lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana;
- Pengembangan Ekonomi Perdesaan. a) Meningkatkan kegiatan ekonomi desa yang berbasis komoditas unggulan, melalui pengembangan rantai nilai, peningkatan produktivitas, serta penerapan ekonomi hijau. b) Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan pasar desa. c) Meningkatkan akses masyarakat desa terhadap modal usaha, pemasaran dan informasi pasar. d) mengembangkan lembaga pendukung ekonomi desa seperti koperasi, dan BUMDesa, dan lembaga ekonomi mikro lainnya.
UU Desa No 6 tahun 2014 beserta sejumlah peraturan turunannya telah disahkan. Tujuan dari UU tersebut antara lain memajukan perekonomian masyarakat di pedesaan, mengatasi kesenjangan pembangunan kota dan desa, memperkuat peran penduduk desa dalam pembangunan serta meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa.
Untuk mencapai hal tersebut, beberapa hak dan wewenang diberikan kepada desa. Salah satunya adalah alokasi khusus APBN untuk pedesaan. Dana tersebut akan dibagikan kepada seluruh desa di Indonesia dengan nilai nominal dan proses sebagaimana yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 60 tahun 2014. Pada RAPBN 2015 dana yang diusulkan Pemerintah sebesar Rp 9.1 triliun.
Undang Undang Desa diharapkan dapat menjadi salah satu solusi pemberantasan kemiskinan yang memang secara proporsi lebih besar berada di pedesaan, dan menekan kesenjangan pendapatan antara kota dan desa serta mengoreksi arah pembangunan selama ini yang bias urban.
Data dari BPS menunjukkan bahwa persentase penduduk pedesaan yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar 15%, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional (kota dan desa) yang sebesar 11,2% tahun 2013. Belum lagi mempertimbangkan jumlah penduduk yang hampir miskin (sedikit berada di atas garis kemiskinan). Olahan data CORE Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penduduk perdesaan yang hampir miskin (2 kali di atas garis kemiskinan) di kawasan perdesaan pada tahun 2013 dapat mencapai 61%. Kelompok masyarakat inilah yang rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan jika ada sedikit saja guncangan ekonomi seperti kenaikan harga bahan makanan pokok, dll.
Di samping itu, tingkat kesenjangan pendapatan di pedesaan, juga cenderung melebar dalam satu dekade terakhir, tercermin dari koefisien gini ratio yang meningkat dari 0,29 (2002) menjadi 0,32 (2013) meskipun angka ini berada di bawah koefisien gini ratio perkotaan. Tingkat pendidikan penduduk desa juga lebih memprihatinkan dibanding perkotaan, tercermin dari persentase penduduk berpendidikan tertinggi SD atau lebih rendah hingga 70% (2013).
Lemahnya dukungan terhadap sektor pertanian ditambah dengan tekanan hidup desa yang tinggi mengakibatkan semakin tertekannya petani di pedesaan. Sebagian di antara mereka harus kehilangan lahan dan menjadi buruh tani, atau bermigrasi ke perkotaan, sehingga jumlah rumah tangga petani semakin lama semakin berkurang. Lemahnya daya saing sektor pertanian ini pulalah yang mengakibatkan perubahan struktur ekonomi di banyak daerah di Indonesia dimana telah terjadi pergeseran sektor utama di sejumlah propinsi dari pertanian menjadi non-pertanian.
Akan tetapi, di sisi lain, ada beberapa kekhawatiran mengenai dampak pengalokasian sejumlah besar dana tersebut ke pedesaan. Sejauh mana dana tersebut efektif berdampak pada perbaikan kinerja sektor pertanian yang pada gilirannya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, serta bagaimana meminimalkan penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana tersebut akibat keterbatasan kapasitas, kualitas dan akuntabilitas sumber daya manusia khususnya di pedesaan.
Perlu dilakukan beberapa upaya untuk memuluskan implementasi, mengantisipasi potensi penyimpangan, dan untuk mencapai tujuan UU Desa, maka perlu dilakukan, pertama, perlunya perumusan definisi maupun kriteria yang tepat bagi desa yang akan mendapatkan alokasi dana. Hal ini dimaksudkan agar tujuan diberlakukannya UU Desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan mengurangi kesenjangan dapat tercapai. Kedua, mensosialisasikan UU Desa kepada masyarakat perdesaan agar masyarakat desa dapat memahami maksud dari UU tersebut sehingga dapat memanfaatkan dana tersebut secara produktif. Ketiga, pentingnya memberikan pendampingan kepada aparat di desa dalam perumusan program, pembukuan, dan sistem pelaporan, misalnya dengan memanfaatkan PNPM. Sistem pelaporan juga harus dibuat sederhana untuk mempermudah pengelola dana di desa yang secara umum terbatas secara kapasitas dan infrastruktur. Keempat, pemerintah perlu pula memperkuat aspek pemantauan dalam pelaksanaan dan penggunaan dana tersebut oleh di tingkat desa, agar potensi penyelewengan dan penyimpangan dapat dihindari.
Meskipun persoalan yang terkait dengan UU Desa ini sangat kompleks, UU ini sangat penting sebagai upaya mengoreksi sistem pengelolaan ekonomi yang selama ini terlalu bertumpu pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi kurang memperhatikan kualitas dari pertumbuhan itu sendiri, dan lebih condong/bias ke perkotaan.
sumber : fmeindonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar