- Keterbatasan atau pelarangan akses mendapatkan informasi
- Penyalahgunaan sistem penunjukan langsung atau tender tertutup
- Keterbatasan atau tidak efisiennya pengawasan dan pemantauan selama proses tender dilakukan, bahkan dalam tahap pelaksanaan di lapangan
- Kurangnya transparasi dalam tahap penghitungkan anggaran
“Belanja Mendesak” di Akhir Tahun Anggaran.
Belanja yang mendesak pada akhir tahun anggaran, kerap menjadi subjek terjadinya praktik korupsi. Sebab, biasanya transaksi pada periode ini kurang diawasi secara ketat. Di banyak lembaga publik, banyak dana yang tidak dibelanjakan hingga akhir tahun anggaran sehingga mendorong pejabat di lembaga tersebut untuk segera menghabiskannya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan. Tak aneh, jika kemudian banyak dana yang menghilang atau dihabiskan dalam sekejap menjelang akhir tahun anggaran. Dalam situasi “darurat” tersebut, biasanya proses tender dilakukan dengan penunjukan langsung meski sebenarnya proses tender terbuka masih memungkinkan.
Masa Tanggap Darurat Saat Bencana Alam atau Bencana Lainnya.
Pengadaan barang dan jasa saat terjadi bencana beresiko terjadi korupsi. Hal ini terjadi karena adanya jumlah dana yang besar dan harus dibelanjakan secara cepat untuk menanggulangi permasalahan kemanusiaan. Seperti tempat tinggal sementara, penyediaan air bersih. Berdasarkan pada resiko ini, diharapkan organisasi kemanusiaan memiliki kesadaran untuk melakukan upaya pencegahan korupsi melalui penguatan sistem distribusi bantuan dengan merekrut staf yang profesional. Resiko tersebut kian bertambah dengan adanya tekanan agar bantuan dikirim secepatnya kepada korban yang membutuhkan.
Resiko korupsi muncul disebabkan sulitnya proses pengadaan barang dan jasa, termasuk di daerah peperangan dimana bantuan dapat terjebak dalam konflik yang terjadi.
Masalah korupsi yang terjadi saat situasi darurat adalah pengelolaan prioritas bantuan yang juga membutuhkan bukti transaksi dan hal lain seperti efisiensi. Secara esensial, resiko korupsi dapat dikurangi bila sistem manajemen dilakukan secara benar, akuntabel dan transparan kepada korban.
Kurangnya Akses Informasi.
Korupsi secara diam-diam telah berkembang dengan sangat pesat. Meski pemerintah secara pro aktif telah mengeluarkan kebijakan mengenai kebebasan atas informasi, namun penerapan yang lemah telah menyebabkan peluang untuk memanipulasi informasi tetap terjadi. Oleh sebab itu, transparansi dan kebebasan atas informasi merupakan komponen penting dalam upaya menggurangi terjadinya korupsi. Seharusnya, akses informasi disediakan secara efisien dan layak, misalnya penggunaan situs internet, atau pemasangan billboard atau pengumuman di radio dan sebagainya.
Standarisasi Dokumen Tender.
Standarisasi dokumen tender dan pengadaan lainnya akan lebih mudah dipredikasi dan lebih sistematis. Bila tidak ada standarisasi dokumen tender akan menimbulkan adanya upaya manipulasi yang menyebabkan kerancuan dalam pengambilan keputusan.
Penetapan Peserta Tender.
Pada umumnya, kecenderungan untuk menentukan peserta tender tertentu akan beresiko mengurangi tingkat fairness dalam proses pengadaan barang dan jasa dan biasanya diikuti dengan peningkatan biaya pembelian. Jika peserta tender telah ditetapkan, penting untuk memastikan proses tersebut dilakukan secara bersih dan jelas serta mengikuti peraturan administratif menurut aturan-aturan yang berlaku.
Keikutsertaan Perusahaan Milik Pejabat Publik.
Jika perusahaan peserta tender dimiliki atau sebagian sahamnya oleh pejabat publik, maka sistem transparansi dan akuntabilitas tidak dapat dipastikan berjalan dengan baik. Masalahnya, terkadang kepemilikan perusahaan tidak diperiksa terlebih dahulu. Oleh sebab itu, perlu ditambahkan persyaratan khusus bahwa seluruh peserta tender mendapat perlakuan sama. Lebih lanjut juga diperlukan informasi tentang struktur kepemilikan resmi perusahaan dalam dokumen tender.
Beberapa tanda potensi resiko yang harus diperhatikan mengenai status kepemilikan resmi perusahaan agar dapat diambil langkah-langkah pencegahannya, sebagai berikut:
- Perusahaan dengan struktur kepemilikan tidak jelas, tetapi sering memenangkan kontrak-kontrak besar pemerintah
- Anggota keluarga dari pejabat tinggi publik yang memegang kepemilikan dan memegang peran dalam sebuah perusahaan;
- Kelompok masyarakat yang berhubungan dekat (kolega) dengan pejabat publik atau kelompok bisnis yang dipimpin oleh pejabat publik; dan
- Pejabat publik kerap datang atau berhubungan dengan pemilik perusahaan
Perusahaan-perusahaan boneka biasanya berbadan hukum resmi, namun tidak beroperasi secara aktif dan hanya dibuat untuk membantu menyembunyikan identitas pemiliknya. Selain itu, biasanya perusahaan semacam ini hanya dijadikan sebagai kedok oleh pejabat publik atau anggota keluarganya, sub kontraktor untuk membuat perjanjian yang kolutif antar sesama peserta tender.
Bank Dunia mengindikasikan tanda-tanda keterlibatan perusahaan semacam ini dalam tender, antara lain:
- Ketidakjelasan bentuk pekerjaan sebagai subkontraktor pada proyek besar
- Perusahaan tersebut terdaftar dalam yuridiksi yang memperbolehkan kerahasiaan kepemilikan dan pengelolanya;
- Perusahaan menghendaki pembayaran faktur secara rahasia yang diatur dalam secara hukum;
- Adanya pekerjaan yang terselubung dalam portofolionya;
- Struktur kepemilikan terdiri dari kantor hukum atau kelompok bisnis;
- Minimnya fasilitas yang dimiliki perusahaan;
- Jalur komunikasi untuk perusahaan berupa tempat tinggal perorangan atau layanan mesin penjawab telepon;
- Tidak adanya catatan kinerja dalam database perusahaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar