Cari Blog Ini

Selasa, 30 Agustus 2016

MEMAHAMI PENGADAAAN BARANG DAN JASA TINGKAT DESA

Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana definisi yang tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Undang-undang yang mengatur mengenai desa tersebut, menjabarkan beberapa hal, diantaranya definisi, kewenangan, hak dan kewajiban, penyelenggaraan desa, hingga keuangan desa. Terkait dengan keuangan desa, dalam hal ini dana desa, Permendes No 5 Tahun 2015 menyebutkan mengenai definisi dana desa, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat, atau jika disederhanakan, dana desa merupakan seluruh dana yang dikelola dan dikeluarkan melalui APBDes. Sumber pendapatan dana desa, sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa berasal dari:

  1. Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
  2. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  3. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
  4. Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
  5. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
  6. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
  7. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Fungsi sumber-sumber dana desa tersebut diantaranya dipergunakan untuk mendukung kewenangan yang dimiliki oleh desa, yaitu kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Kewenangan tersebut meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pemerintah mendukung kewenangan desa dengan mengalokasikan sejumlah dana yang akan dikelola sekitar kurang lebih 79.000 desa (BPS, 2012). Dana yang dialokasikan untuk desa-desa tersebut, pada tahun 2015 mencapai Rp664.121,9 milyar (RAPBNP 2015). Dengan angka yang jumlahnya tidak sedikit, dibutuhkan aturan-aturan agar dana desa dapat dimanfaatkan secara ekonomis, efektif, dan efisien. Salah satunya peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa yang diatur melalui Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 13 Tahun 2013 mengenai Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Pemerintah mengeluarkan aturan tersendiri mengenai pengadaan Barang dan Jasa untuk desa, padahal sudah ada Perpres Nomor 54 tahun 2010 mengenai Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Apakah itu berarti Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak berlaku untuk desa? Ya, Perpres 54 tahun 2010 tidak berlaku untuk desa karena Dana Desa tidak termasuk dalam ruang lingkup Perpres No 54 Tahun 2010. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 Perka LKPP No 13 Tahun 2013: “Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, tidak termasuk dalam ruang lingkup pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”.
Ada beberapa poin penting dalam pengadaan barang dan jasa desa, sebagai berikut:
  1. Prinsip dan Etika
Capture

Meskipun Perpres 54 Tahun 2010 tidak berlaku untuk Pengadaan Barang/Jasa Desa, masih ada beberapa aturan yang mirip ataupun sama antara Perka LKPP No 13 Tahun 2013 dengan Perpres No 54 Tahun 2010, diantaranya prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa, sebagaimana disajikan dalam tabel berikut:
Sedangkan etika yang harus dipatuhi oleh para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa desa yaitu bertanggung jawab, mencegah kebocoran dan pemborosan keuangan desa, dan patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Pelaksanaan PBJ
Penetapan pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa Desa prinsipnya dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat, namun tidak serta merta dilaksanakan secara swakelola, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh desa, yaitu:
  1. Memaksimalkan penggunaaan material/bahan dari wilayah setempat.
  2. Dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat
  3. Untuk memperluas kesempatan kerja
  4. Untuk pemberdayaan masyarakat setempat
Untuk pekerjaan yang tidak mampu ditangani secara swakelola oleh desa maupun membutuhkan barang/jasa untuk mendukung swakelola yang dilaksanakan masyarakat, misalnya pembelian material pada swakelola pembangunan jembatan desa atau sewa peralatan untuk swakelola pembangunan balai desa, PBJ dapat dilaksanakan desa melalui penyedia barang/jasa.
  • Pejabat Pengadaan
Dalam Perpres 54 Tahun 2010 tugas pengadaan barang/jasa dilaksanakan oleh ULP/pejabat pengadaan, sedangkan dalam PBJ desa, tugas pengelolaan pengadaan PBJ desa dilaksanakan oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK), baik pengadaan secara swakelola maupun melalu penyedia barang/jasa. Tugas TPK dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa desa meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban hasil pekerjaan. Tugas TKP secara spesifik sebagai berikut:

  1. Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB)
  2. Menyusun spesifikasi teknis barang/jasa apabila diperlukan
  3. Melaksanakan pembelian / pengadaan
  4. Memeriksa penawaran
  5. Melakukan negosiasi (tawar menawar)
  6. Menandatangani surat perjanjian (ketua TPK)
  7. Melakukan perubahan ruang lingkup pekerjaan
  8. Melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan kepada kepala desa
  9. Menyerahkan hasil pekerjaan setelah selesai 100% kepada kepala desa

  • Pengadaan menggunakan penyedia barang/jasa
Untuk pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan secara swakelola karena desa tidak mampu, merupakan barang/jasa untuk mendukung swakelola ataupun pekerjaan konstruksi yang membutuhkan tenaga ahli dan/atau peralatan berat, TPK dapat melaksanakan pengadaan melalui penyedia barang/jasa dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00.
TPK membeli barang/jasa kepada satu penyedia barang/jasa tanpa permintaan penawaran tertulis dari TPK maupun dari penyedia. TPK kemudian melakukan tawar menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dan selanjutnya mendapatkan bukti transaksi untuk dan atas nama TPK
  1. Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00.
TPK membeli barang/jasa kepada satu penyedia barang/jasa dengan cara meminta penawaran tertulis dari penyedia dilampiri dengan daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume, dan satuan). Penyedia menyampaikan penawaran tertulis yang berisi daftar barang/jasa dan harga. TPK kemudian melakukan tawar menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dan selanjutnya mendapatkan bukti transaksi untuk dan atas nama TPK
  1. Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp 200.000.000,00.
TPK mengundang dan meminta dua penawaran tertulis dari dua penyedia yang berbeda dilampiri dengan daftar barang/jasa dan spesifikasi teknisnya. Penyedia menyampaikan penawaran tertulis berisi daftar barang/jasa dan harga. TPK kemudian menilai spesifikasi teknis dari kedua calon penyedia tersebut. Jika keduanya memenuhi spesifikasi teknis, maka dilakukan tawar menawar secara bersamaan. Namun jika hanya satu yang memenuhi spesifikasi teknis, dilanjutkan dengan tawar menawar kepada penyedia yang memenuhi spesifikasi teknis tersebut. Jika keduanya tidak memenuhi spesifikasi teknis, maka proses akan diulang dari awal. Jika negosiasi berhasil, hasil tersebut dituangkan dalam surat perjanjian.
Jika dilihat secara umum, pengadaan barang/jasa desa relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan pengadaan barang/jasa menurut Perpres 54 Tahun 2010. Bahkan pengadaan barang/jasa di desa tidak harus tunduk secara saklek dan sama kepada peraturan LKPP diatas karena Perka LKPP hanyalah pedoman secara umum. Setiap daerah dapat membuat dan menetapkan aturan tersendiri sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat asalkan masih memenuhi prinsip serta etika pengadaan.

Sumber : Tatakelola.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar