Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) pada Oktober lalu. Menurut Marwan Jafar, IDM bisa dijadikan rujukan untuk pengentasan jumlah desa tertinggal dan meningkatkan jumlah desa mandiri di Indonesia. Penentuan IDM dengan meletakkan prakarsa dan kuatnya kapasitas masyarakat sebagai basis utama proses kemajuan dan pemberdayaan desa. IDM menggunaan pendekatan yang bertumpu pada kekuatan sosial, ekonomi dan ekologi tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah, dan kearifan lokal.
IDM ini sendiri dibuat untuk memperkuat pencapaian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. IDM dipakai sebagai acuan dalam melakukan afirmasi, integrasi, dan sinergi pembangunan. Harapannya untuk mewujudkan kondisi masyarakat desa yang sejahtera, adil dan mandiri.
Desa Membangun Indonesia tetap dihadapkan pada kenyataan kemiskinan di Desa. Maka, ketersediaan data dan pengukuran sangat dibutuhkan. Khususnya dalam pengembangan intervensi kebijakan yang mampu menjawab persoalan dasar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pencapaian pemerataan keadilan merupakan isu penting dalam pembangunan nasional, dan tentu juga dalam pembangunan Desa. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang inklusif, di mana pengelolaan potensi ekonomi Desa dan Kawasan Perdesaan tidak hanya mampu menyertakan sebanyak-banyaknya angkatan kerja lulusan SD/SMP, tetapi juga ramah keluarga miskin, mampu memperbaiki pemerataan dan mengurangi kesenjangan. Perhatian khusus terhadap usaha mikro di Desa haruslah dikedepankan yang memang nyata perlu dukungan dalam hal penguatan teknologi yang ramah lingkungan, pemasaran, permodalan dan akses pasar.
Klasifikasi dan status desa
Indeks Desa Membangun mengklasifikasi Desa menjadi lima status yakni Desa sangat tertinggal, Tertinggal, Berkembang, Maju, dan Mandiri. Klasifikasi dalam lima status itu untuk mempertajam penetapan status perkembangan desa sekaligus sebagai rujukan intervensi kebijakan. Status Desa Tertinggal misalnya dibadi menjadi dua status yakni Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal. Asumsi yang ingin dibangun, afirmasi kebijakan untuk Desa Sangat Tertinggal tentu berbeda dengan Desa Tertinggal.
Desa berkembang terkait dengan situasi dan kondisi dalam status Desa Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal dijelaskan dengan faktor kerentanan. Apabila ada tekanan faktor kerentanan seperti goncangan ekonomi, bencana alam, atau konflik sosial maka dapat memengaruhi status Desa Berkembang turun menjadi Desa Tertinggal. Sementara, apabila Desa Berkembang mempunyai kemampuan dalam mengelola potensi, informasi / nilai, inovasi / prakarsa, dan kewirausahaan akan mendukung gerak kemajuan Desa Berkembang menjadi Desa Maju. Indeks Desa Membangun merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi.
Status IDM berbeda dengan Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang dikeluarkan oleh Bappenas. Bappenas membagi perkembangan status desa dalam tiga klasifikasi yakni Desa Tertinggal, Berkembang, dan Mandiri. Masing-masing status terbagi lagi menjadi tiga perkembangan, mula, madya dan lanjut. Terdapat lima dimensi dalam IPD antara lain: pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, aksesibilitas / transportasi, pelayanan publik, dan penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan menggunakan data sensus Potensi Desa (Posdes) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir pada April 2014, kita lihat perbandingan antara Indeks Desa Membangun dengan Indeks Pembangunan Desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar