Cari Blog Ini

Jumat, 22 Januari 2016

Program Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PKKPM) sebagai Solusi Pengentasan Kemiskinan di Desa

1. Latar Belakang PKKPM
Salah satu dari visi misi Presiden Joko Widodo adalah mengajak seluruh elemen pemerintah untuk kembali pada prinsip dasar, yaitu menciptakan service delivery system yang memberikan ruang bagi masyarakat kurang mampu untuk menikmati hasil pembangunan melalui seluruh sektor pembangunan. Pelaksanaannya sendiri diarahkan pada sektor-sektor kunci yaitu pertanian, perikanan, dan perkebunan, serta wilayah-wilayah yang menjadi kantong kemiskinan yaitu perdesaan, pesisir, daerah sekitar hutan, dan daerah terpencil.
Saat ini, isu kesenjangan digunakan sebagai instrumen Key Performance Indicator (KPI) bagi seluruh penyelenggara dan lembaga negara, khususnya yang terkait langsung dengan isu kemiskinan, ketertinggalan, dan ketimpangan. Dari tahun 2009 hingga 2014, tren kondisi kemiskinan dan kesenjangan di Indonesia terus mengalami penurunan namun penurunannya melambat sejak tahun 2011, yaitu kurang dari 1 juta penduduk miskin per tahunnya. Di saat yang bersamaan, terjadi perlambatan laju pertumbuhan pada sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja pada penduduk miskin sehingga penurunan angka pengangguran sejak tahun 2012 pun cenderung melambat, yaitu kurang dari 0,3% per tahunnya.
Di Indonesia, penduduk yang berpenghasilan 40% terbawah diperkirakan berjumlah 47,3 juta orang yang terdiri dari nelayan, petani gurem, pekerja informal perkotaan, serta pekerja industri mikro dan kecil. Ditambah dengan jumlah masyarakat miskin tanpa aset yang diperkirakan sejumlah 17 juta orang, maka perkiraan jumlah masyarakat sangat miskin berjumlah 64,3 juta orang. Masalah utama dibalik angka ini adalah adanya ketertinggalan pada kualitas, produktivitas, dan daya saing SDM yang bersangkutan.
Selain itu, ketimpangan dan kemiskinan juga terjadi karena berbagai faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Adapun kondisi makroekonomi yang mendorong terjadinya ketimpangan ini adalah karena alokasi upah yang tidak sepadan di beberapa sektor, perubahan komposisi kontribusi sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi, dan juga terjadinya booming komoditas tertentu yang hanya dinikmati oleh kelompok menengah ke atas. Masyarakat miskin pun masih belum mampu untuk memperoleh akses untuk sumberdaya produktif.
Ketidakmampuan masyarakat miskin untuk memperoleh sumberdaya produktif seperti pelatihan dan lembaga keuangan disebabkan oleh minimnya akses mereka terhadap pelayanan dasar, khususnya pendidikan. Kurangnya akses kesehatan dan infrastruktur mengambil tempat pada alokasi pendapatan mereka yang sudah sangat minim, sehingga sulit untuk mengakses pendidikan jika tidak ada pendidikan gratis. Minimnya pemenuhan hak-hak dasar bagi masyarakat kurang mampu, ditambah dengan pertumbuhan penduduk kelompok ekonomi menengah ke bawah yang cenderung tinggi menjadi salah satu faktor utama dari terjadinya kemiskinan di Indonesia.
Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan Indonesia pada tahun 2019 berada di antara 7,0% – 8,0% atau menurun sebesar 2,5% dari perkiraan angka kemiskinan di akhir tahun 2015. Target ini akan dicapai dengan berbagai strategi yang direncanakan dalam arah kebijakan penanggulangan kemiskinan, yang salah satunya adalah Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan atau P2B.
P2B adalah pengembangan sektor unggulan dan potensi lokal, perluasan akses permodalan dan layanan keuangan melalui penguatan sistem layanan keuangan mikro, peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat kurang mampu melalui peningkatan kualitas pendampingan kewirausahaan, dan optimalisasi pemanfaatan lahan tidak produktif bagi masyarakat kurang mampu. Strategi ini ditujukan untuk mendorong masyarakat kurang mampu agar lebih mandiri secara ekonomi dan lebih kuat dalam hal kohesi sosial dengan penguatan pada aspek peningkatan keterampilan, serta akses terhadap modal dan pasar. Untuk strategi ini, dilakukan beberapa program pengembangan mata pencaharian dan pengembangan infrastruktur pendukung ekonomi, seperti Peningkatan Kesejahteraan Keluarga berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PKKPM).
2. Pembahasan PKKPM
Program Peningkatan Kesejahteraan Keluarga berbasis Pemberberdayaan Masyarakat (PKKPM) merupakan kegiatan dari strategi utama dalam Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (P2B) untuk pengembangan mata pencaharian dan infrastruktur pendukung ekonomi. PKKPM memiliki sasaran kecamatan miskin dan rumah tangga kurang mampu; tersebar di 183 kecamatan yang tersebar di 102 kabupaten. Pelakuan program ini nantinya akan by name by address masyarakat miskin berdasarkan indeks kemiskinan wilayah (IKW). Dengan demikian, pemanfaatan sasaran sangat jelas individu-individunya dan dapat dipertanggungjawabkan.PKKPM bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan pedesaan yang dapat mendorong peran aktif pemerintah daerah dan memperkuat koordinasi lintas pemangku kepentingan yang terkait dalam kegiatan-kegaiatan pengentasan kemiskinan. Peruntukkan PKKPM dengan pemberian pelatihan, bantuan modal, dukungan sarana prasarana ekonomi, serta pendampingan.
Sumber utama pendanaan PKKPM berasal dari APBN yang tertuang dalam sumber utama dana program PKKPM (APBN 2015). Sumber pendanaan PKKPM lainnya berasal dari APBD Provinsi (dukungan pembinaan), APBD Kabupaten (dukungan pembinaan), swadaya masyarakat, serta partisipasi dunia usaha atau pihak lain yang tidak mengikat. Komponen dana PKKPM Tahun Anggaran 2015 adalah sebagai berikut.
  • Administrasi kegiatan
  • Bantuan teknis konsultan manajemen nasional dan konsultan manajemen wilayah
  • Bantuan teknis pendampingan masyarakat dan aparat pemerintah desa dan kabupaten oleh fasilitator
  • Peningkatan kapasitas dan pelatihan pendamping
  • Dukungan aparat pemerintahan
  • Pemberian bantuan sosial berupa dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
Tabel 1. Rencana dan Alokasi PKKPM 2015
Komponen KegiatanCakupan AlokasiAlokasiCatatan
Pengembangan usaha/kerja keluarga dan dukungan sarana prasarana26 kecamatanRp 78 Milyar
  • Masing-masing kecamatan dialokasikan Rp 3 Milyar yang terbagi 50:50 untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi dan dukungan sarana prasarana ekonomi.
  • 26 kecamatan merupakan lokasi uji coba yang mewakili beberapa karakteristik wilayah dan sebagai pengujian terhadap penyempurnaan pedoman PKKPM.
Penyediaan Infrastruktur Ekonomi (PIE)157 kecamatanRp 314 Milyar
  • Dialokasikan ke masing-masing kecamatan dengan rata-rata sebesar Rp 2 Milyar.
  • Lokasi merupakan kecamatan miskin dan memiliki keterbatasan infrastruktur ekonomi.
Pendampingan Pemberdayaan183 kecamatanRp 83 Milyar
  • 17,5% dari total alokasi PKKPM
  • Pembiayaan pendampingan untuk pengembangan usaha/kerja keluarga dan dukungan sarana prasarana dan PIE
TotalRp 475,01 Milyar
Sumber: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

Tahapan Kegiatan PKKPM
  1. Pembentukan Kelompok
Pertama, pembentukan kelompok selama 2 s/d 3 bulan dengan kriteri kelompok masyarakat miskin yang belum pernah tergabung dalam kelompok pemberdayaan dan merupakan wakil dari keluarga miskin.
Kedua, KPI untuk Kelompok Penghidupan Berkelanjutan adalah partisipasi dalam kelompok, aktivitas menabung, aktivitas simpan pinjam, rutinitas pertemuan kelompok, identifikasi minat kerja/usaha, dan pengembangan ekonomi lokal yang dihitung selama 3 s/d 4 bulan. Khusus untuk Kelompok Usaha, KPI-nya adalah pengembangan perencana penghidupan/usaha serta jumlah tenaga kerja terampil.
Ketiga, pendampingan dan pembinaan dilakukan selama 5 s/d 8 bulan dengan KPI: jumlah wirausaha baru, jumlah pekerja formal, dan arus penguliran modal.
  1. Identifikasi Potensi Daerah dan Infrastruktur Pendukung Ekonomi RTM
Hal yang pertama dilakukan adalah memetakan profil kelompok sasaran. Pemetaan dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dan mengagregasi data untuk melihat profil umum dari sasaran program.
Setelah itu, dilanjutkan dengan mengidentifikasi potensi pertumbuhan dan dibandingkan dengan profil kelompok sasaran. Perbandingan dilakukan dengan penyusunan potensi unggulan (di antaranya melalui rekomendasi KPJU Unggulan Kabupaten) dan pemilihan KPJU Unggulan sesuai dengan profil Rumah Tangga sasaran program.t
Terakhir, dilakukan penilaian kelayakan pengembangan sektor/komoditas dengan mengidentifikasi pelaku pasar yang berkaitan dengan Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan serta menyelenggarakan Forum Usaha.
  1. Pengembangan Kapasitas Masyarakat
Pengembangan kapasitas penerima program dilakukan dalam dua tahap yaitu penguatan kapasitas pengelolaan kelompok dan pengembangan keahlian dan keterampilan. Dalam tahap pertama, dilakukan pelatihan bagi pengurus kelompok, pelatihan bagi anggota kelompok, dan pendampingan intensif. Tahap kedua sendiri berisi in house training, pemagangan, studi banding, pendampingan, coaching oleh pelaku yang sudah sukses di bidang yang relevan, dan bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja.
  1. Penyaluran Modal dan juga Pengembangan Infrastruktur Ekonomi (PIE) Pendukung Usaha/Kerja
Kegiatan Pengembangan Infrastruktur Ekonomi (PIE) dibagi menjadi dua, kegiatan di tingkkat kabupaten dan tingkat kecamatan. Pada tingkat kabupaten, diawali dengan mengidentifikasi KPJU unggulan dan dilanjutkan dengan penyelenggaraan Forum Usaha. Rangkaian ini akan menghasilkan KPJU Prioritas dan Infrastruktur Ekonomi yang direkomendasikan. Sementara, pada tingkat kecamatan, kegiatan diawali dengan pemilihan dan penyepakatan infrastruktur ekonomi yang dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan. Hal ini akan menghasilkan daftar infrastruktur terpilih dan infrastruktur terbangun.
Perlu dicatat bahwa kategori kegiatan yang dibiayai dari dana PIE adalah aset-aset fisik yang merupakan kebutuhan vital dari rumah tangga kurang mampu dalam meningkatkan perekonomian rumah tangganya.
  1. Penyaluran Kerja dan Pengembangan Wirausaha
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi PKKPM tentu diperlukan. Monitoring untuk mengetahui kemajuan dan permasalahan pelaksanaan kegiatan PKKPM sementara evaluasi dilakukan secara berkala. Pengambilan kebijakan (pusat dan daerah) berasal dari internal dan eksternal. Dari internal dapat berasal dari masyarakat melalui evaluasi partisipatif oleh peserta program dan masyarakat non peserta program dan masyarakat juga memonitori internal dari pelaksana program.
Sementara, dari eksternal, PKKPM dimonitori oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, dan LSM. Selain itu, pemantauan proses pelaksanaan dan studi kasus rumah tangga juga dimonitori oleh eksternal.
1. Potensi Masalah dari PKKPM dan Rekomendasi
2. Adanya Rumah Tangga Miskin di dalam klaster yang tidak miskin
Rumah Tangga Miskin dan kecamatan miskin merupakan salah satu sasaran dalam PKKPM. Dari program yang sudah ada, belum ada kejelasan regulasi untuk Rumah Tangga Miskin yang berada di kecamatan yang tidak tergolong miskin. Oleh karena itu, status Rumah Tangga tersebut dalam PKKPM masih dipertanyakan. Pemerintah perlu membuat menetapkan indikator yang jelas untuk kriteria Rumah Tangga yang tergolong dalam Rumah Tangga Miskin.
  1. Birokrasi untuk mengikuti PKKPM
Seperti halnya PNPM Mandiri, usaha/kerja yang terlibat dalam PKKPM memerlukan kejelasan dalam teknis pelaksanaan. Mulai dari penentuan tujuan bantuan, pendirian usaha/kerja, penentuan fasilitator, hingga pembuatanMemorandum of Understanding kerja sama.
Kejelasan birokrasi ini diperlukan salah satunya untuk menghindari terjadinya pailit.
 Oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2015
Referensi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (2015). Kebijakan, Strategi, dan Langkah-Langkah Pelaksanaan PKKPM/PIE
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (2015). Arah Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan 2015-2019
Muklis (2015). Petunjuk Teknis Pencairan Dana Bantuan Sosial Program Peningkatan     Kesejahteraan Keluarga Berbasis Pemberberdayaan Masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar