Cari Blog Ini

Rabu, 27 Januari 2016

Strategi Pemberdayaan Nelayan Miskin


Ada banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan, di antaranya adalah yang berkaitan dengan fluktuasi musim-misim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, modal serta akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen yang diindikasikan dengan ketergantungan masyarakat nelayan dengan juragan atau tengkulak. Faktor terakhir ini menjadi persoalan kultural yang sampai saat ini masih dihadapi para nelayan. Ketergantungan ini pula yang menyebabkan masyarakat nelayan selalu kalah di dalam memperoleh akses produksi, akses distribusi dan akses pemasaran, sehingga menjadi satu hal yang logis jika skala produksi nelayan cenderung sedikit dan produktivitasnya rendah


Berangkat dari permasalahan ini maka perlu ada upaya pemberdayaan ekonomi nelayan agar terjadi peningkatan pendapatan mereka. Pemberdayaan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan kultural untuk melepasakan nelayan dari jeratan kuasa kaum tengkulak. Agar nelayan menjadi lebih berdaya untuk dapat mengelola produksi ikan ikan mereka sekaligus paham mengenai akses pemasaran produksi ikan mereka, seperti salah satu contohnya adalah melakukan evaluasi program pemberdayaan dari pemerintah. Sebenarnya, bukannya tidak pernah ada usaha pemberdayaan nelayan yang dilakukan oleh pemerintah, namun setelah banyak dilakukan evaluasi, program-program pemberdayaan nelayan tersebut belum mampu menawab permasalahan yang dihadapi nelayan. 

Misalnya saja program pemerintah tahun 1974 yang berbentuk Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Bimas, namun sayangnya program kredit tersebut belum mampu mengatasi kesulitan ekonomi nelayan. Tidak sedikit program kredit itu mengalami kemacetan karena nelayan kesulitan dalam mengembalikan kredit, ada banyak faktor yang menyebabkan kemacetan kredit ini seperti penghasilan kecil nelayan yang kesulitan memperoleh hasil tangkapan ikan, besarnya biaya operasi, kerusakan peralatan tangkap, jaringan perdagangan ikan yang sangat merugikan dan persepsi yang salah tentang program kredit pemerintah yang dianggap nelayan sebagai pemberian cuma-cuma tanpa perlu mengembalikan lagi kredit uang tersebut. 

Pasca otonomi daerah, pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2000 meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sebagai upaya menuntaskan kemiskinan masyarakat nelayan. Meskipun secara konseptual program PEMP ini berbasis pemberdayaan, namun pada implementasinya program tersebut sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi penuntasan kemiskinan nelayan. 

Beberapa faktor yang menyebabkan program-program pemerintah tidak berhasil : 
  1. Pendekatan yang dilakukan cenderung lebih bersifat struktural dan mengabaikan variabel-variabel kultural yang ada di dalam masyarakat 
  2. Ada indikasi kebocoran dana program di tingkat implementasi dan penyaluran dana yang seringkali salah sasaran antara oknum pemerintah dengan konsultan pelaksana program 
  3. Program-program yang dijalankan tersebut tidak memiliki jaminan keberlanjutan dan akuntabilitas publik. Program lebih bersifat proyek sehingga memperdulikan keberlangsungan program 
  4. Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan tidak mempunyai mekanisme pengawasan dan sanksi yang jelas, sehingga kemungkinan penyelewengan program tersebut besar 
Dalam implementasinya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) sering menghadapi kondisi dilematis. Di satu sisi DKP ingin memberikan prioritas pinjaman kepada masyarakat sesuai dengan konsep PEMP namun di sisi lain hal ini terbentur dengan kemnyataan di lapangan bahwa sedemikian miskinnya nelayan sehingga sering tidak bisa mengembalikan dana pinjaman bergulir. Akibatnya, pelaksana program di lapangan seringkali mengambil jalan pintas dengan memberikan pinjaman kepada nelayan yang dianggap mampu mengembalikan pinjaman. Sehingga, yang terjadi adalah program yang salah sasaran dan masyarakat nelayan tetap saja miskin. 

Kemiskinan nelayan harus dipandang sebagai fenomena yang menyangkut banyak aspek, struktural dan kultural, kemiskinan mereka tidak hanya karena aspek individual mereka saja, tetapi juga menyangkut masalah alam lingkungan, organisasi dan kesalahan implementasi kebijakan dari pemerintah. Dengan demikian, pemberdayaan harus dilakukan dengan kerangka pendekatan yang komprehensif dan holistik dengan memperhatikan sistem nilai, kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat, potensi lokal, unit usaha masyarakat dan daya dukung lingkungan. 

Secara umum, hal yang harus dilakukan antara lain : 
  1. Mengubah sikap mental petani (perubahan nilai-nilai budaya) : Bisa dilakukan dengan cara mengkonsolidasikan nilai-nilai positif seperti perencanaan hidup, optimisme, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas kerja, perubahan perilaku konsumtif, dll. Sehingga harus ada upaya menciptakan nelayan yang profesional di bidangnya, misalnya dengan pemberian pengetahuan, skill, dan penanaman nilai-nilai moral (etika). 
  2. Revitalisasi modal sosial dalam kegiatan pemberdayaan : Memperkuat sikap saling percaya dan bisa dipercaya baik dalam bentuk relasi vertikal maupun relasi horizontal (high trust economy) di antara pelaku ekonomi di sektor kelautan (juragan, tengkulak, nelayan) maupun kepercayaan antara pemerintah selaku agen pembangunan dengan nelayan. Hal penting menyangkut modal sosial ini adalah merevitalisasi kelembagaan lokal (kelompok nelayan, koperasi nelayan, sistem bagi hasil, sistem pelelangan, sistem pemasaran). Fungsi kelembagaan tersebut harus benar-benar diberdayakan sebagai wadah yang mengakomodasi dan mengartikulasi kepentingan nelayan. Institusi kelembagaan harus mampu berperan sebagai intermediasi antara kepentingan nelayan dengan pihak-pihak eksternal. Dalam hal jaringan pemasaran, maka perlu segera dijalin kerjasama antara nelayan dengan perusahaan. Peran nelayan harus diubah dari buruh menjadi pelaku pasar yang memiliki akses terhadap pasar. Bahkan menjadi satu langkah yang bijaksana jika pemerintah menetapkan peraturan tentang harga dasar ikan di pasaran untuk membantu nelayan yang sering dirugikan pihak-pihak pasar. 
  3. Pemberdayaan harus di design secara berkelanjutan : Tidak cukup dilakukan hanya dengan sebuah bentuk ‘proyek’, tetapi memerlukan waktu panjang sampai nelayan benar-benar mandiri dan berdaya. Yang tidak kalah pentingnya adalah keterpaduan antar sektor dan antar departemen (kelautan dan perikanan) mutlak diperlukan dalam rangka mendukung pembangunan masyarakat nelayan. Jangan sampai dinas cenderung membuat kebijakan sendiri-sendiri, sehingga perlu ada kesatuan langkah yang dapat menghasilkan sinergi dalam memanfaatkan potensi yang ada.

Sumber : http://www.kompasiana.com  Penulis : Dhanu Arviansyah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar