Ada banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan, di antaranya adalah
yang berkaitan dengan fluktuasi musim-misim ikan, keterbatasan sumber daya
manusia, modal serta akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif
terhadap nelayan sebagai produsen yang diindikasikan dengan ketergantungan
masyarakat nelayan dengan juragan atau tengkulak. Faktor terakhir ini menjadi
persoalan kultural yang sampai saat ini masih dihadapi para nelayan.
Ketergantungan ini pula yang menyebabkan masyarakat nelayan selalu kalah di
dalam memperoleh akses produksi, akses distribusi dan akses pemasaran, sehingga
menjadi satu hal yang logis jika skala produksi nelayan cenderung sedikit
dan produktivitasnya rendah
Berangkat dari
permasalahan ini maka perlu ada upaya pemberdayaan ekonomi nelayan agar terjadi
peningkatan pendapatan mereka. Pemberdayaan yang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan kultural untuk melepasakan nelayan dari jeratan kuasa
kaum tengkulak. Agar nelayan menjadi lebih berdaya untuk dapat mengelola
produksi ikan ikan mereka sekaligus paham mengenai akses pemasaran produksi
ikan mereka, seperti salah satu contohnya adalah melakukan evaluasi program
pemberdayaan dari pemerintah. Sebenarnya, bukannya tidak pernah ada usaha
pemberdayaan nelayan yang dilakukan oleh pemerintah, namun setelah banyak
dilakukan evaluasi, program-program pemberdayaan nelayan tersebut belum mampu
menawab permasalahan yang dihadapi nelayan.
Misalnya saja
program pemerintah tahun 1974 yang berbentuk Kredit Investasi Kecil (KIK),
Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Bimas, namun sayangnya program
kredit tersebut belum mampu mengatasi kesulitan ekonomi nelayan. Tidak sedikit
program kredit itu mengalami kemacetan karena nelayan kesulitan dalam
mengembalikan kredit, ada banyak faktor yang menyebabkan kemacetan kredit ini
seperti penghasilan kecil nelayan yang kesulitan memperoleh hasil tangkapan
ikan, besarnya biaya operasi, kerusakan peralatan tangkap, jaringan perdagangan
ikan yang sangat merugikan dan persepsi yang salah tentang program kredit
pemerintah yang dianggap nelayan sebagai pemberian cuma-cuma tanpa perlu
mengembalikan lagi kredit uang tersebut.
Pasca otonomi
daerah, pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2000 meluncurkan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sebagai upaya
menuntaskan kemiskinan masyarakat nelayan. Meskipun secara konseptual program
PEMP ini berbasis pemberdayaan, namun pada implementasinya program tersebut
sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi penuntasan
kemiskinan nelayan.
Beberapa faktor
yang menyebabkan program-program pemerintah tidak berhasil :
- Pendekatan yang dilakukan cenderung lebih bersifat struktural dan mengabaikan variabel-variabel kultural yang ada di dalam masyarakat
- Ada indikasi kebocoran dana program di tingkat implementasi dan penyaluran dana yang seringkali salah sasaran antara oknum pemerintah dengan konsultan pelaksana program
- Program-program yang dijalankan tersebut tidak memiliki jaminan keberlanjutan dan akuntabilitas publik. Program lebih bersifat proyek sehingga memperdulikan keberlangsungan program
- Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan tidak mempunyai mekanisme pengawasan dan sanksi yang jelas, sehingga kemungkinan penyelewengan program tersebut besar
Dalam
implementasinya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) sering menghadapi kondisi
dilematis. Di satu sisi DKP ingin memberikan prioritas pinjaman kepada
masyarakat sesuai dengan konsep PEMP namun di sisi lain hal ini terbentur
dengan kemnyataan di lapangan bahwa sedemikian miskinnya nelayan sehingga
sering tidak bisa mengembalikan dana pinjaman bergulir. Akibatnya, pelaksana
program di lapangan seringkali mengambil jalan pintas dengan memberikan
pinjaman kepada nelayan yang dianggap mampu mengembalikan pinjaman. Sehingga,
yang terjadi adalah program yang salah sasaran dan masyarakat nelayan tetap
saja miskin.
Kemiskinan nelayan
harus dipandang sebagai fenomena yang menyangkut banyak aspek, struktural dan
kultural, kemiskinan mereka tidak hanya karena aspek individual mereka saja,
tetapi juga menyangkut masalah alam lingkungan, organisasi dan kesalahan
implementasi kebijakan dari pemerintah. Dengan demikian, pemberdayaan harus
dilakukan dengan kerangka pendekatan yang komprehensif dan holistik dengan
memperhatikan sistem nilai, kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
setempat, potensi lokal, unit usaha masyarakat dan daya dukung
lingkungan.
Secara umum, hal
yang harus dilakukan antara lain :
- Mengubah sikap mental petani (perubahan nilai-nilai budaya) : Bisa dilakukan dengan cara mengkonsolidasikan nilai-nilai positif seperti perencanaan hidup, optimisme, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas kerja, perubahan perilaku konsumtif, dll. Sehingga harus ada upaya menciptakan nelayan yang profesional di bidangnya, misalnya dengan pemberian pengetahuan, skill, dan penanaman nilai-nilai moral (etika).
- Revitalisasi modal sosial dalam kegiatan pemberdayaan : Memperkuat sikap saling percaya dan bisa dipercaya baik dalam bentuk relasi vertikal maupun relasi horizontal (high trust economy) di antara pelaku ekonomi di sektor kelautan (juragan, tengkulak, nelayan) maupun kepercayaan antara pemerintah selaku agen pembangunan dengan nelayan. Hal penting menyangkut modal sosial ini adalah merevitalisasi kelembagaan lokal (kelompok nelayan, koperasi nelayan, sistem bagi hasil, sistem pelelangan, sistem pemasaran). Fungsi kelembagaan tersebut harus benar-benar diberdayakan sebagai wadah yang mengakomodasi dan mengartikulasi kepentingan nelayan. Institusi kelembagaan harus mampu berperan sebagai intermediasi antara kepentingan nelayan dengan pihak-pihak eksternal. Dalam hal jaringan pemasaran, maka perlu segera dijalin kerjasama antara nelayan dengan perusahaan. Peran nelayan harus diubah dari buruh menjadi pelaku pasar yang memiliki akses terhadap pasar. Bahkan menjadi satu langkah yang bijaksana jika pemerintah menetapkan peraturan tentang harga dasar ikan di pasaran untuk membantu nelayan yang sering dirugikan pihak-pihak pasar.
- Pemberdayaan harus di design secara berkelanjutan : Tidak cukup dilakukan hanya dengan sebuah bentuk ‘proyek’, tetapi memerlukan waktu panjang sampai nelayan benar-benar mandiri dan berdaya. Yang tidak kalah pentingnya adalah keterpaduan antar sektor dan antar departemen (kelautan dan perikanan) mutlak diperlukan dalam rangka mendukung pembangunan masyarakat nelayan. Jangan sampai dinas cenderung membuat kebijakan sendiri-sendiri, sehingga perlu ada kesatuan langkah yang dapat menghasilkan sinergi dalam memanfaatkan potensi yang ada.
Sumber : http://www.kompasiana.com Penulis : Dhanu Arviansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar