Mamuju – Melalui Proyek Kemakmuran Hijau dalam program Hibah Kemitraan Kakao Lestari, Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-Indonesia) menyalurkan hibah untuk mengembangkan industri kakao berkelanjutan di Indonesia serta meningkatkan pendapatan perkebunan rakyat sehingga petani, masyarakat sekitar, LSM maupun pengusaha industri pengolah kakao mendapatkan manfaat yang setara.
Pada 31 Maret 2015, MCA-Indonesia menandatangani penyaluran Hibah Kemitraan Kakao Lestari bekerjasama dengan Konsorsium Swisscontact. Salah satu lokasi pelaksanaan hibah ini adalah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
Di antara persyaratan pokok yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan Program Compact adalah keadilan sosial dan gender. MCA-Indonesia melihat potensi perempuan sedemikian besar untuk dapat terlibat lebih jauh dalam implementasi proyek. Untuk melakukan identifikasi awal upaya peningkatan peran perempuan dalam implementasi hibah tersebut, tim MCA-Indonesia mengunjungi Mamuju 4-9 Juni 2015 lalu.
Tim MCA-Indonesia terdiri dari Spesialis Kinerja Lingkungan dan Sosial, Dennie Mamonto; Spesialis Gender dan Sosial, Zubaedah Kendar; dan Manajer Hubungan Daerah Kabupaten Mamuju, Nurlina Latif.
“Identifikasi awal ini penting untuk mendapatkan gambaran mengenai peran perempuan dalam implementasi Proyek Kemakmuran Hijau di beberapa lokasi di Mamuju,” ungkap Zubaedah Kendar, Spesialis Gender dan Sosial MCA-Indonesia.
Temuannya pun beragam. Di Desa Bunde Kecamatan Sampaga misalnya, sudah ada 40 kelompok tani dengan jumlah anggota rata-rata 25 petani. Anggota kelompok tani ini juga mempunyai kelompok perempuan. Mereka terampil dan paham cara pembibitan kakao, penggunaan pupuk, serta pestisida organik, meskipun mereka belum sepenuhnya petani organik.
Para perempuan juga aktif memberikan penyuluhan pengembangan kakao, dari proses tanam sampai panen. Penyuluhan ini dilakukan melalui saluran-saluran komunitas seperti forum Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), pertemuan tingkat desa, dan berbagai forum lainnya.
Tim MCA-Indonesia juga menemukan beberapa daerah yang masih kesulitan dalam menanam kembali kakao dan menjadikannya komoditas layak jual. Di Desa Butuada Kecamatan Bonehau terdapat banyak lahan kosong akibat serangan hama penggerek batang.
Menurut Manajer Hubungan Daerah MCA-Indonesia Kabupaten Mamuju, Nurlina Latif, Desa Butuada sebelumnya dikenal sebagai daerah potensial kakao. “Hanya setelah tanahnya terserang hama, belum ada upaya untuk menanam kembali kakao. Sampai saat ini belum ada intervensi dari pemerintah setempat maupun stakeholder lain di Desa Butuada untuk membantu mereka menanam dan menjual kembali kakao,” jelas Nurlina.
Meski demikian, masyarakat Desa Butuada tetap berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan, salah satunya dengan tidak menanami hutan lindung. Selain itu, sudah ada kesadaran bersama dari masyarakat untuk kepemilikan lahan yang setara antara laki dan perempuan.
Di Pulau Karampuang yang terletak di Desa Ujung Bulo, tim menemukan masih banyak kalangan perempuan yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dari pagi sampai malam. Masyarakat Pulau Karampuang rata-rata bekerja sebagai buruh dan nelayan karena lahan pertanian yang terbatas.
MCA-Indonesia bersama stakeholder terkait terus berupaya memastikan manfaat dari Proyek Kemakmuran Hijau, khususnya Kemitraan Kakao Lestari, memberikan kesempatan lebih besar bagi kalangan perempuan untuk terlibat dalam pengembangan industri kakao dan mendapatkan manfaat yang adil. (Khairurrizqo/MCA-Indonesia)
Sumber : MCA-Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar